Perekonomian Indonesia di
Era Reformasi
Di susun oleh kelompok 13 :
1.
Desty Mailika (28211752)
2.
Elsa Denovia (22211416)
3.
Fera Dewi Puspita (22211814)
4.
Sri Wulandari (26211885)
KELAS
1EB25
JURUSAN
AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA KALIMALANG
MARET
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih
baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis
berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi
lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis
politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktorfaktor yang
mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi
salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang
tidak boleh ditawar- tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya
pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.
Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap
kesulitan dan penderitaan rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Krisis
finansial Asia
Krisi
moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata
belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia
berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai
tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan
berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank
pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha
yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman
bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di
kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan
Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki
tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi
yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun
1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini
menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan
makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah
meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh
pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri.
Utang Luar
Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya
merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang
menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar
Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika
Serikat.
Akibat dari
utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin
menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di
Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta
tingginya kredit macet.
Penyimpangan
Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara
Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan
kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat
agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara
itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang
dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa
dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah
pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi
yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi
kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli,
oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola
Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah
Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan
sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara
sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan
politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini
terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal
ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap
pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola
pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang
berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi
di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah
bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang,
halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan
dari berbagai kondisi, seperti:
1)
Hutang luar negeri
Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab
terjadinyakrisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara,
tetapisangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi
krisis ekonomi.
2)
Industrialisasi
pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negaraindustri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi
nyata masyarakat Indonesia.Masyarakat
Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan
yang sangat rendah (rata-rata).
3)
Pemerintahan Sentralistik
pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik
sifatnyasehingga semua kebijakan ditentukan dari
Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan
pemerintah daerah hanya sebagaikepanjangan tangan pemerintah pusat
Akibat
dari krisis ekonomi, antara lain, harga-harga dalam negeri tentu akan naik
banyak. Salah satu dampaknya adalah, buruh dan pekerja tidak akan diam dan akan
menuntut kompensasi yang setimpal. Undang-undang ketenagakerjaan yang baru
memungkinkan buruh mogok dan pasti akan digunakan oleh serikat-serikaat kerja. Di
lain pihak, kalangan perusahaan maupun pemerintah tidak punya kepastian akan
keseimbangan baru kurs mata uang.
Kalau
semua kenaikan harga, upah, dan tarif akan didasarkan kurs baru, maka akhirnya
kurs ini akan menjadi kenyataan jangka menengah. Tetapi, inflasi dalam masa
peralihan akan sangat menyusahkan baik pemerintah maupun dunia usaha.
Sektor
non-ekspor jelas akan menderita. Karena ekspor indonesia “hanya” seperempat
produk domestik bruto (PDB), maka sekto non-ekspor ini jauh lebih besar
penderitaannya dalam masa krisis.
Dari
sisi rumah tangga, jelas krisis ini telah menyebabkan merosotnya daya beli.
Harga-harga kebutuhan pokok sempat melonjak-lonjak, meskipun sekarang sudah
mulai stabil tetapi toh merawan. Dan, perlu diingat juga beberapa kebutuhan pokok
dulunya disubsidi tidak akan kembali disubsidi seperti sebelum krisis. Subsidi
kepada barang tidak mungkin dipertahankan mengingat sering terjadi salah target
dan pemerintah tidak pun cukup dana untuk itu. Bahkan, harga bahan bakar minyak
suatu juga akan disesuaikan mengingat
sampai saat ini masih terdisubsidi.
Persoalannya,
kapan daya beli yang merosot itu bisa dibangkitkan kembali? Jawabannya tidak
bisa diketahui dengan pasti kapan “pekerjaan rumahnya” sangat banyak.
Penanggulangan kemiskinan penyediaan pangan, pembenahan institusi (perbankan
dan korpon otonomi daerah, dan sebagainya, adalah agenda-agenda penting yang
harus diselesaikan secara simultan. Kalau ingin bisa cepat diselesaikan,
berarti kita mengharapkan suatu
keajaiban.
Pada
penghujung tahun 1998 memang telah terdapat tanda-tanda adanya titik balik
menuju stabilitas ekonomi. Indikatornya, antara lain pertama, kurs rupiah mengalami peningkatan nilai yang cuma
signifikan dari kurs Juni 1998 sebesar Rp.15.000,- per dolar kedua, tingkat inflasi bisa dikurangi
secara substansial dan diharapkan bisa menurun terus-menerus. tingkat
bukan nominal, meskipun masih tinggi, sudah mulai menurun. Sebagai bunga SBI
satu bulan turun dari putaran 70% pada awal september menjadi sekitar 50% pada
minggu ketiga November 1998. Empat,
kebijakan moneter mampu menyerap (absorbing)
likuiditas. Kelima,defisit anggaran
untuk tahun berjalan diharapkan bisa lebih rendah daripada yang ditargetkan.
Beberapa
hal tersebut bisa saja merupakan suatu sinyal karena bermakna masih potensi
penyembuhan serta bisa membasis bagi pemulihan ekonomi indonesia.
Fenomena
membengkaknya tombokan subsidi BBM juga sangat menarik untuk dicermati. Memang
ada logika bahwa jika harga minyak dunia naik, maka impor minyak dari timur
tengah atau minyak olah dari Singapura akan imbasnya. Dengan logika itu, maka
sebenarnya bisa saja harga BBM dinaikkan (baca : disesuaikan), mengingat harga BBM di indonesia
relatif rendah. Namun, tampaknya pemerintah ketakutan seperti ini sulit bisa
diterima karena pangsa BBM terhadap inflasi tidaklah besar. Saya menghitung
kenaikan harga BBM agregat hanya akan meningkatkan inflasi sebesar 0,03-0,05,
namun dengan asumsi masyarakat bersikap rasional. Masalahnya, masyarakat telah
terbelenggu oleh harapan-harapan yang irrasional kenaikan BBM akan memberikan
dampak luas pada kenaikan harga di sektor lain, bahkan pada sektor yang tidak
atau agregat sedikit menggunakan BBM.
B.
Kebijaksanaan Pemerintah Mengatasi Krisis
Krisis
ekonomi dengan berbagai dampak negatif sebagaimana telah diuraikan di atas, secara
serius telah diupayakan untuk diatasi dengan melaksanakan kebijaksanaan ekonomi
baik yang bersifat makro maupun mikro. Dalam jangka pendek kebijaksanaan
ekonomi tersebut memiliki dua sasaran strategis, yaitu pertama,
mengurangi dampak negatif dari krisis tersebut terhadap kelompok penduduk
berpendapatan rendah dan rentan; dan kedua, pemulihan pembangunan
ekonomi ke jalur petumbuhan yang tinggi. Kedua tugas tersebut sangat penting antara
lain karena:
1.
Meluasnya pengangguran akibat
krisis yang terjadi di satu pihak dapat memicu timbulnya kerusuhan sosial,
sementara di lain pihak apabila berlangsung lama dapat menurunkan daya saing angkatan
kerja, karena mereka tidak mampu lagi menguasai perkembangan ketrampilan baru
yang sangat diperlukan.
2.
Kapasitas produksi baik pada industri pengolahan maupun sarana dan
prasarana pengangkutan, komunikasi, serta energi yang menganggur tanpa
pemeliharaan yang baik akan menjadi rusak.
3.
Meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya
secara berlanjut, pada gilirannya akan menambah jumlah penduduk miskin karena
daya beli mereka akan terus merosot.
4.
Kemunduran dalam pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan terutama
bagi putraputri penduduk berpendapatan rendah, akan mengganggu upaya
pemberdayaan kelompok penduduk tersebut di masa datang.
1. Kebijaksanaan Ekonomi Makro
Kebijaksanaan
ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya menekan laju
inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui
kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi deficit
anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari
luar negeri. Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi
selain dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah
terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya permintaan aggregat, juga untuk mendorong
masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan.
Meskipun
demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat
menjadi salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap
kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh
karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi
secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring dengan
menurunnya laju inflasi.
2. Kebijaksanaan Ekonomi Mikro
Kebijaksanaan
ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain:
a.
untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok
penduduk berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang
meliputi program penyediaan kebutuhan
pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayanan pendidikan dan
kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam upaya
mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah;
b.
sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
keberadaan lembaga perbankan;
c.
merestrukturisasi hutang luar negeri;
d.
mereformasi struktural di sektor riil; dan
e.
mendorong ekspor.
a)
Jaring Pengaman Sosial
Dalam kaitan ini berbagai langkah telah dilakukan
untuk menambah alokasi anggaran rutin (khususnya untuk subsidi bahan bakar
minyak, listrik dan berbagai jenis makanan kebutuhan pokok), mempertajam
prioritas alokasi dan meningkatkan efisiensi anggaran pembangunan.
Hal
ini dilakukan melalui peninjauan kembali terhadap program dan kegiatan proyek pembangunan,
antara lain, dengan:
1.
menunda proyek-proyek dan kegiatan pembangunan yang belum mendesak;
2.
melakukan realokasi dan menyediakan tambahan anggaran untuk bidang
pendidikan dan kesehatan;
3.
memperluas penciptaan kerja dan kesempatan kerja bagi mereka yang
kehilangan pekerjaan, yang dikaitkan dengan peningkatan produksi bahan makanan
serta perbaikan dan pemeliharaan prasarana ekonomi, misalnya jalan dan irigasi,
yang dapat memperlancar kegiatan ekonomi; dan
4.
memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh dan efisien
yang sekaligus meningkatkan partisipasi peranan pengusaha kecil, menengah, dan
koperasi.
Sebagai
akibat dari peninjauan kembali seluruh program dan kegiatan proyek pembangunan,
total anggaran dalam revisi APBN untuk sektor pertanian, pengairan, perdagangan
dan pengembangan usaha, pembangunan daerah, pendidikan, kesehatan, perumahan
dan permukiman, dalam tahun anggaran 1998/99 tidak hanya mengalami peningkatan
yang cukup besar dibandingkan dengan APBN sebelum revisi, tapi secara riil juga
lebih besar dari realisasi anggaran pembangunan tahun 1997/98, sedangkan
alokasi anggaran pembangunan untuk sektor lainnya secara riil mengalami
penurunan.
Implikasi
dari pelaksanaan program jaring pengaman sosial yang disertai langkah
penyesuaian untuk mempertajam prioritas
alokasi dan peningkatan efisiensi anggaran
pembangunan, pemerintah tidak dapat
menghindari terjadinya defisit yang sangat besar,
lebih kurang 8,5 persen terhadap PDB, dalam
revisi APBN 1998/99. Hal ini disebabkan oleh karena penerimaan dalam negeri
dalam kondisi kontraksi PDB serta menurunnya harga migas di pasar internasional
sangat sulit untuk dapat ditingkatkan, walaupun sudah termasuk adanya divestasi
dalam BUMN.
Pemerintah
sangat menyadari bahwa defisit APBN sebesar 8,5 persen terhadap PDB tidak sustainable,
itulah sebabnya akan diupayakan untuk menurunkannya minimal menjadi setengahnya
pada tahun 1999/2000 dan mengembalikan anggaran menjadi berimbang dalam jangka
waktu 3 tahun. Sehubungan dengan ini akan terus dikaji langkah-langkah untuk
menetapkan pemberian subsidi yang lebih tepat dan pelaksanaan program lain
dalam kerangka jaring pengaman sosial. Pemantauan dan evaluasi program
penciptaan lapangan kerja serta program di bidang pendidikan dan kesehatan akan
terus disempurnakan agar dapat dipastikan bahwa yang memperoleh manfaat
terutama adalah penduduk miskin.
Di
samping itu peningkatan kinerja penerimaan negara dan manajemen pengeluaran Negara
akan merupakan unsur terpenting dalam upaya menekan defisit anggaran. Dalam
kaitannya dengan upaya memperkuat manajemen pengeluaran, akan disusun kerangka
prioritas dalam pengeluaran negara yang lebih jelas, persiapan penyusunan
anggaran yang lebih efisien, kontrol manajemen kas, serta penyusunan laporan
yang komprehensif, akurat dan tepat waktu.
Penerimaan negara dari
perpajakan diupayakan untuk ditingkatkan dengan menghilangkan berbagai bentuk
pengecualian terhadap pengenaan pajak pertambahan nilai; meningkatkan nilai
jual objek pajak atas PBB (pajak bumi dan bangunan) sektor perkebunan dan kehutanan
serta meningkatkan pendapatan pajak bukan migas melalui peningkatan cakupan audit
tahunan, penyempurnaan program audit PPN dan peningkatan penerimaan tunggakan pajak.
Sementara itu upaya meningkatkan penerimaan bukan pajak mencakup pengumpulan dana
oleh pemerintah di luar anggaran serta meningkatkan kinerja BUMN dengan
privatisasi dan peningkatan dalam manajemennya.
b) Penyehatan Sistem Perbankan
Untuk
menggerakkan kembali roda perekonomian dan memulihkan kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan nasional, langkah-langkah mendasar dari kebijakan penyehatan
dan restrukturisasi perbankan pada dasarnya terdiri dari dua kebijakan pokok,
yaitu:
1.
Kebijakan untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat guna
mendukung pemulihan dan kebangkitan perekonomian nasional melalui:
a. program peningkatan
permodalan bank,
b. penyempurnaan peraturan
perundang-undangan, antara lain, mencakup:
i.
perizinan bank yang semula merupakan wewenang Departemen Kuangan
dialihkan kepada Bank Indonesia.
ii.
investor asing diberikan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi
pemegang saham bank.
iii.
rahasia bank yang semula mencakup sisi aktiva dan pasiva diubah menjadi
hanya mencakup nasabah penyimpan dan simpanannya.
c. penyempurnaan dan
penegakkan ketentuan kehati-hatian, antara lain:
i.
Bank-bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum (Capital
Adequacy Ratio) sebesar 4% pada akhir tahun 1998, 8% pada akhir tahun
1999, dan 10% pada akhir tahun 2000, sebagaimana telah diumumkan pemerintah
pada bulan Juni 1998.
ii.
Melakukan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap pemilik dan pengurus
bank yang terbukti telah melanggar ketentuan yang berlaku.
2.
Kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan perbankan yang telah terjadi
dengan mempercepat pelaksanaan penyehatan perbankan. Langkah-langkah yang telah
dan akan ditempuh dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi, membangun kembali
sistem perbankan yang sehat, dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan, antara lain, meliputi:
a. Pemberian jaminan
pembayaran kepada deposan dan kreditur;
b. pembentukan Badan
Penyehatan. Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas untuk melakukan
restrukturisasi bank-bank yang kurang atau tidak sehat;
c. melakukan due
diligence terhadap bank-bank yang diambil alih pengelolaannya dan
terhadap bank-bank lainnya; dan
d. menyusun RUU perbankan yang
akan mengatur kembali ketentuan mengenai kerahasian bank, pengawasan, pemilikan
investor asing, dan kedudukan BPPN serta bank sentral.
Dengan kebijaksanaan tersebut di atas
diharapkan kinerja perbankan nasional menjadi
lebih sehat dan efisien sehingga terpercaya
serta mampu menjadi bank yang dikelola
secara profesional terutama dalam menghadapi
era globalisasi yang menuntut daya
saing tinggi.
c) Restrukturisasi Hutang Luar Negeri
Hutang
luar negeri swasta dan pinjaman antar bank-bank yang besar telah menjadi
penyebab terpenting terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Hutang-hutang
tersebut dalam tahun 1998/1999 akan jatuh tempo dalam jumlah yang besar.
Padahal melemahnya nilai tukar rupiah yang terus berlanjut akan semakin
memperburuk kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu untuk mengurangi
permintaan terhadap mata uang asing dan sekaligus memberi kesempatan kepada
para debitur untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, dalam kesepakatan Frankfrut
tanggal 4 Juni 1998, telah disusun kerangka restrukturisasi hutang dunia usaha,
skema penyelesaian hutang antar bank dan pengaturan tentang fasilitas
pembiayaan perdagangan.
Dalam
kesepakatan tersebut para kreditur dan debitur secara sukarela dapat
menyepakati jumlah hutang dan perubahan pinjaman menjadi equity, dan ada
persyaratan minimal masa pengembalian 8 tahun termasuk masa tenggang 3 tahun,
maka dilihat dari upaya penguatan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
berarti restrukturisasi hutang swasta dan perbankan tersebut minimal dapat
mengurangi permintaan valuta asing selama 3 tahun. Untuk mendorong penyelesaian
hutang swasta telah diluncurkan Prakarsa Jakarta yang memungkinkan para
kreditur dan debitur menyelesaikan hutang piutang di luar pengadilan niaga,
yaitu melalui restrukturisasi modal perusahaan.
Restrukturisasi
hutang luar negeri swasta dan pinjaman antar bank di Indonesia serta penambahan
dana luar negeri baik yang berasal dari CGI maupun tambahan dana dari IMF telah
dapat meningkatkan sisi penyediaan valuta asing. Sebagai konsekuensi interaksi
antara naiknya persediaan dengan turunnya permintaan valuta asing tersebut
diharapkan dapat menguatkan nilai tukar rupiah, yang pada gilirannya juga akan menurunkan
laju inflasi. Untuk kepentingan itulah dan untuk menarik modal asing masuk ke
Indonesia maka pemerintah hingga saat ini masih mempertahankan kebijaksanaan
lalulintas devisa dengan sistem devisa bebas.
Sementara
itu untuk mengurangi tekanan terhadap keuangan negara dan
neraca pembayaran luar negeri, melalui Paris
Club, Indonesia telah melakukan penjadwalan kembali hutang pemerintah untuk
tahun 1998/1999 - 1999/2000. Dalam rangka itu pemerintah telah berhasil menunda
pembayaran cicilan pokok sebesar US dollar 4,2 miliar.
d) Reformasi Struktural di Sektor Riil
Agar
perekonomian, terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah melancarkan
berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil mencakup:
a.
penghapusan berbagai praktek monopoli,
b.
deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, termasuk bidang
perdagangan dalam dan luar negeri dan bidang investasi, dan
c.
privatisasi BUMN.
Meskipun
perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain, adanya
praktek praktek monopoli di berbagai bidang usaha. Dengan praktek-praktek
monopoli telah terjadi konsentrasi kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa
pelaku usaha, sehingga kegiatan produksi, distribusi menjadi tidak efisien dan
secara lebih luas daya saing perekonomian nasional menjadi lemah.
Kebijaksanaan
penghapusan monopoli yang telah dan akan dilakukan, antara lain adalah:
penghapusan monopoli yang dilakukan oleh Bulog dalam mengimpor dan penyaluran
barang-barang kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak goreng, gula pasir,
terigu, dan jagung, sehingga Bulog hanya akan menyalurkan beras; penghapusan
BPPC; penghapusan kegiatan usaha yang terintegrasi secara vertikal atau
horizontal, monopoli produksi minyak pelumas oleh Pertamina dan lain-lain.
Dalam upaya menghapus monopoli tersebut pemerintah telah mengajukan ke DPR RUU
tentang persaingan yang sehat. Dengan adanya penghapusan monopoli diharapkan
ekonomi biaya tinggi bisa dihindarkan sehingga bisa meningkatkan daya saing
perekonomian nasional.
Dengan
hapusnya monopoli, masyarakat juga diuntungkan sebab akan memperoleh
barang dengan kualitas yang lebih baik dengan
harga yang lebih murah. Dalam kaitannya dengan deregulasi dan debirokratisasi
di berbagai bidang, antara lain, mencakup:
a.
mencabut peraturan yang membatasi kepemilikan investor asing sampai 49
persen dari perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar pada pasar modal;
b.
merevisi daftar negatif investasi dengan pengurangan jumlah bidang usaha
yang tertutup bagi investor asing;
c.
mencabut pembatasan investasi asing dalam perkebunan kelapa sawit, dalam
perdagangan eceran dan dalam perdagangan besar;
d.
mencabut ketentuan tataniaga yang bersifat restriktif untuk pemasaran
semen, kertas dan kayu lapis;
e.
menghapus harga patokan semen (HPS); dan
f.
menerapkan perdagangan bebas lintas batas Dati I dan Dati II untuk semua
komoditas termasuk cengkeh, kacang mete dan vanili dan mencabut kuota yang
membatasi penjualan ternak.
e) Promosi Ekspor
Dalam
situasi permintaan dalam negeri yang menurun, maka wahana untuk memulihkan kembali
perekonomian Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan pula dengan nilai
tukar rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin memiliki
daya saing dalam barang ekspor yang padat karya dan padat kekayaan alam. Namun
peningkatan ekspor dewasa ini dihadapkan kepada beberapa kendala, yakni
keengganan pihak luar negeri membeli barang Indonesia, ketiadaan bahan baku,
serta hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti misalnya
operasi pelabuhan, kecepatan kerja, bea dan cukai, dan administrasi perpajakan.
Keengganan
pembeli luar negeri untuk merencanakan pembelian terhadap produk industry
manufaktur Indonesia, antara lain, disebabkan oleh kekhawatiran mereka atas
ketidakmampuan para pengusaha Indonesia untuk
dapat memenuhi pesanan tersebut tepat waktu. Hal ini erat kaitannya dengan
permasalahan sosial politik yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Dengan
demikian dalam upaya untuk mendorong ekspor, upaya terwujudnya stabilitas
sosial politik sangatlah penting.
Kesepakatan
Frankfurt akan berdampak positif bagi penyediaan bahan baku impor yang dibutuhkan
untuk memperlancar kegiatan produksi yang berorientasi ekspor. Selain itu mulai
bulan Juli 1998 Bank Indonesia mengadakan program jaminan pre-shipment kepada
eksportir yang sudah memperoleh L/C dari luar negeri untuk memperlancar impor
bahan baku yang diperlukan dan untuk pembiayaan ekspor pre-shipment.
Sementara itu untuk memperoleh modal kerja kebijaksanaan yang ditetapkan ada
kaitannya dengan restrukturisasi dunia perbankan, dunia usaha, dan
restrukturisasi pinjaman dunia usaha terhadap perbankan dalam negeri.
BAB III
KESIMPULAN
Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab
ketidak puasan dankeprihatinan atas kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan
sosial:
1.
Reformasi bertujuan untuk
menata kembali kehidupan berma-sayarakat, berbangsa,dan bernegara yang lebih
baik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila.
2.
Dengan demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk
menjatuhkan pemerintahanorde baru, apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi
kepresidenan.
3.
Namun, karena pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang
sudah tidak mampu mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka Suharto
diminta untuk mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan
kehidupan bangsa dannegara Indonesia di masa yang akan dating
Gerakan reformasi merupakan sebuah perjuangan karena
hasil-hasilnya tidak dapatdinikmati dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat
dimaklumi karena gerakan reformasimemiliki agenda pembaruan dalam segala
aspek kehidupan.Oleh karena itu, semua agenda
reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktuyang bersamaan dan dalam
waktu yang singkat.
Agar agenda reformasi dapat
dilaksanakandan berhasil dengan baik, maka diperlukan strategi yang tepat,
seperti:
1.
Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang
harus direformasi lebihdahulu
dan aspek mana yang direformasi kemudian
2.
Melaksanakan
kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaransecara
tepat.
Reformasi
yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderungmenyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian,
cita-cita reformasi yang telah banyak sekali menimbulkan KO,korban baik
jiwa maupun harta akan gagal. Untuk itu, kitasebagi pelajar Indonesia harus dan
wajib menjaga kelangsungan reformasi agar berjalansesuai dengan harapan
para pahlawan reformasi yang gugur mendahuli kita.
0 komentar:
Posting Komentar